15
Oct
09

Aspirasi Umat adalah Kehendak Tuhan

Obrolan bersama anggota DPK Keuskupan Surabaya Antonius Johanes Tjahjo Anggoro

Hal 6Keuskupan Surabaya punya gawe. Pra Musyawarah Pastoral (Pramupas) yang akan dilaksanakan November mendatang dan kemudian dilanjutkan dengan Musyawarah Pastoral (Mupas) bisa jadi merupakan sebuah ‘proyek iman’ yang akan mendatangkan banyak perubahan dalam kehidupan Gereja, khususnya bagi Keuskupan Surabaya. Harapan akan kehidupan Gereja yang harmonis dan sejalan menjadi dasar dari konsep baru Keuskupan Surabaya tentang sebuah pola pastoral berbasis persekutuan. Januari lalu, Dewan Pastoral Keuskupan (DPK) resmi dibentuk. Dengan melibatkan wakil-wakil dari 7 kevikepan di Keuskupan Surabaya, 42 kelompok kategorial dan komunitas-komunitas, dewan ini yang akan menjadi motor bagi umat untuk bergerak guna merumuskan arah dasar Gereja selama 10 tahun ke depan.

Ditemui Benedizione di kediamannya, Antonius Johanes Tjahjo Anggoro (49) dosen fakultas Psikologi Universitas Surabaya yang juga anggota DPK mewakili kelompok kategorial menjelaskan, “ini akan menjadi sebuah proses untuk semakin saling mengenal satu dengan yang lain, menyatukan visi dan misi agar dapat sejalan. Selama ini kita terkotak-kotak dalam kelompok masing-masing dengan tujuan yang berbeda pula. Banyak umat akan semakin dilibatkan menyusul kebijakan-kebijakan baru yang mulai diterapkan”.

Dalam menjalankan penggembalaannya, Uskup dibantu oleh empat dewan yaitu Dewan Pastoral, Dewan Imam, Dewan Konsultores dan Dewan Keuangan (lihat gambar). Keempatnya memiliki tugas dan peran masing-masing. Pembagian ini membutuhkan keterlibatan banyak pihak, baik imam, rohaniwan maupun umat, terutama yang berkompeten.

Tjahjo –sapaan ayah satu anak, Anna Erika Risti (13)- menilai, di sinilah letak efektifitas dari pola ini. “Setidaknya masing-masing pihak akan lebih fokus pada tugas dan peran masing-masing, selain itu juga tidak memungkinkan jika semua tugas dijalankan sendiri oleh Kuria (Uskup dan tiga pembantunya-red.),” tambahnya.

            Di sisi lain, warga paroki Salib Suci ini berpandangan bahwa efektifitas dari program yang dijalankan ini akan semakin nampak jika proses terjadi secara “bottom-up” (dari bawah). Konsep diharapkan datang dari umat, karena lebih mengakar dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan umat. Hal ini didasarkan pada azas pastoral, yaitu penggembalaan, di mana Gereja mampu menangkap suara rakyat. “Seperti sebuah ungkapan ‘vox communio vox Dei, yang berarti suara umat adalah suara Tuhan. Kita berusaha meyakini bahwa aspirasi umat dekat dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan,” paparnya lugas.

Sejauh ini memang masih ada beberapa kendala yang dirasakan, terutama cukup sulitnya menghimpun umat. Tjahjo yang juga aktif terlibat dalam kegiatan Marriage Ecounter (ME) ini mengeluhkan keterbatasan waktu sebagai masalah utama yang kerap dihadapi.

Di samping itu, kurangnya kesadaran umat untuk ‘mau repot’ dan terlibat, serta kontroversi dari beberapa pihak menjadi hambatan yang cukup berarti. “Ya, memang perlu waktu dan proses yang agak rumit, tapi saya yakin bahkan 80% program ini akan berhasil. Karena semua yang dilakukan ini bukan tanpa dasar, tetapi justru sebuah usaha untuk menjadi lebih baik. Saya percaya Tuhan akan campur tangan,” ujar suami Valentina  Rys Juliastuti (49) yang telah 22 tahun berumah tangga.

Lebih lanjut Tjahjo menjelaskan bahwa dengan adanya Pramupas dan Mupas ini bukan berarti bahwa segala kebijakan bersifat mutlak dan sepenuhnya ditetapkan oleh Kuria. Kuria berusaha untuk memfasilitasi, segala sesuatunya akan diolah dan dikembalikan lagi pada umat, sehingga akan tercapai kehidupan Gereja yang selaras dan harmonis.

Tjahjo menyoroti, dalam perkembangannya Keuskupan Surabaya memang masih tertinggal jika dibandingkan dengan keuskupan lain. Terbukti, pelaksanaan Mupas sudah terlaksana untuk kesekian kalinya di keuskupan lain, seperti di Keuskupan Agung Semarang. Berbeda dengan Keuskupan Surabaya yang justru baru mulai dengan pelaksanaan Pramupas yang akan datang.

Setiap periode penggembalaan, seorang Uskup memang selalu punya visi-misi dan tujuan. Dalam masa kepemimpinan Uskup Sutikno Wisaksono, visi-misi dan tujuan itu diterjemahkan dalam proses yang kita kenal dengan Mupas.

“Secara umum memang tidak ada standar baku dalam menentukan program keuskupan. Tapi kita perlu sebuah tolok ukur agar kita punya gambaran seberapa jauh yang ingin dicapai. Tentu dengan mempertimbangkan kebutuhan dan permasalahan di Keuskupan Surabaya,” jelas pria yang telah 22 tahun menjadi dosen ini.

Mupas ini adalah salah satu usaha untuk membangunkan umat dari kepasifan dan ketidaktahuan tentang kondisi dan situasi sekitar. Terlebih untuk menemukan arah dasar demi tercapainya keselarasan dan kesamaan tujuan sebagai keluarga besar Gereja Katolik Keuskupan Surabaya.

Agnes Lyta Isdiana


0 Responses to “Aspirasi Umat adalah Kehendak Tuhan”



  1. Leave a Comment

Leave a comment